Sabtu, 25 Oktober 2008

Penyayang


Penyayang

Orang penyayang adalah orang yang disayangi Allah Yang Maha Penyayang. Maka sayangilah makhluk di bumi, niscaya kalian disayangi Dzat yang di langit - Nabi Muhammad SAW

Khalifah Umar jatuh iba ketika melihat seekor burung pipit yang dibuat mainan seorang anak kecil. Beliau membelinya, lalu melepaskannya ke angkasa. Kemudian, sekian waktu berlalu, seorang ulama bermimpi bertemu khalifah yang telah meninggal dan meyakini bahwa Sayidina Umar telah dikaruniai kebahagiaan sorga.

''Tinggalkan hambaKu ini. Jangan kalian takut-takuti. Aku menyayanginya. Dan segala dosanya telah Kuampuni karena ia telah menyayangi seekor burung pipit di dunia. Pahalanya, Kusayangi ia di akhiratnya,'' terdengar suatu suara yang menghardik dua malaikat yang mau menanyai sang Khalifah di alam kubur.

Subhanallah. Khalifah Umar telah dikaruniai sorga karena sifat dan tindakan sayangnya, telah melebihi kedermawanannya, keadilannya, dan kezuhudannya. Rasa sayang kepada sesama makhluk mampu menjalin persaudaraan antarmanusia dan melanggengkan hubungan manusia dengan alam. Rasa sayang sang Khalifah telah menjangkau secara luas tentang kelestarian alam.

Sifat dan perilaku kasih sayang manusia adalah gambaran pada cermin dari sifat-sifat Allah Yang Maha Pemurah - Yang Maha Penyayang. Sifat itu telah mengantarkan siapa pun untuk berbelaskasih kepada sesama, tanpa memandang agama, golongan, dan kepentingan. Bahkan terhadap hewan, tumbuhan, dan alam benda (tanah, air, api, udara, zat), tak terkecuali sehingga hal itu merupakan pengejawantahan tanggungjawab atas kelestarian alam.

Allahu Akbar. Seperti yang selalu disinggung Alquran, makhluk-makhluk di luar manusia itu sesungguhnya hidup persis seperti kita. Mereka juga bisa memberikan kasih sayangnya kepada kita sebagai balasan kasih sayang yang kita berikan kepada mereka, sehingga kita bersama mereka dapat hidup tenteram dan menyenangkan.

Tindakan kecil dari kita, ternyata berdampak besar bagi alam. Kasih sayang menimbulkan kasih sayang pula. Dan itu persoalan besar bagi Tuhan juga.

mutiara ilmu dan warna kehidupan: Takdir Hidup

mutiara ilmu dan warna kehidupan: Takdir Hidup

Bersyukur


Tiap detik, Allah melimpahkan nikmat-Nya kepada setiap makhluk. Misalnya, nikmat umur, iman, dan Islam. ''Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya.'' (QS. 16: 18) Kita wajib bersyukur kepada Allah atas berbagai nikmat-Nya. Menurut Imam al-Ghazali, bersyukur adalah salah satu maqam yang lebih tinggi dari sabr, khauf kepada Allah dan maqam lainnya. Bila kita bersyukur berarti kita telah menempatkan nikmat Allah pada tempat yang sesungguhnya. Wujud syukur yang sebenarnya adalah melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.

Abul Laits as-Samarqandi dalam Tanbih al-Ghafilin membagi syukur menjadi tiga macam. Pertama, jika seseorang menerima nikmat, maka ingatlah ia kepada yang memberi untuk memuji padanya. Kedua, ia ridha dan puas terhadap nikmat yang diterima. Ketiga, selama ia merasakan manfaat nikmat itu, maka ia tidak menggunakannya untuk perbuatan maksiat.

Seorang hakim berkata, ''Saya sibuk mensyukuri empat macam. Pertama, Allah telah menjadikan seribu macam makhluk, sedang yang termulia dari semua itu anak Adam, lalu Allah menjadikan aku dari anak Adam. Kedua, Allah telah melebihkan orang lelaki daripada wanita, lalu menjadikan aku lelaki.
Idris Thaha
Ketiga, saya mengetahui bahwa Islam itu sebaik-baik agama, dan yang diterima oleh Allah, lalu saya dijadikan seorang muslim. Keempat, saya mengetahui bahwa umat Muhammad itu paling utamanya umat, lalu Allah menjadikan aku dari umat Muhammad SAW.''

Sedangkan Ibnu Abbas mengutip Nabi Muhammad bersabda, ''Dua macam nikmat yang kebanyakan manusia rugi (kecewa) dalam menerima keduanya. Yaitu nikmat sehat afiat dan libur (tidak ada kerja). Jarang orang yang dapat menggunakan dengan sungguh-sungguh masa sehat dan libur itu.''

Dan Imam al-Ghazali mengemukakan tiga cara bersyukur kepada Allah. Pertama, bersyukur dengan hati, yaitu mengakui dan menyadari segala nikmat Allah. Kedua, bersyukur dengan lidah, yaitu mengucapkan ungkapan rasa syukur. Seorang ulama berkata, ''Barangsiapa merasa menerima nikmat, hendaknya ia membaca banyak hamdalah (alhamdulillah). Dan barangsiapa yang sering risau, hendaklah ia sering membaca istighfar (astaghfirullah), dan barangsiapa merasa tertekan oleh kemiskinan, hendaknya ia membaca laa hawla wa laa quwwata illaa billahi al-aliyyi al-adziimi.

Ketiga, bersyukur dengan amal perbuatan, yaitu mengamalkan dan memanfaatkan anggota tubuh sesuai dengan agama. Bagi al-Ghazali, anggota tubuh yang terpenting meliputi mata, telinga, lidah, tangan, perut, kemaluan (seksual), dan kaki.

Jika kita bersyukur, Allah akan menambah nikmat-Nya kepada kita, dan jika mengingkarinya, azab-Nya sangat pedih (Q.S. 14:7). Bila kita bersyukur, sesungguhnya kita bersyukur untuk kebaikan sendiri (Q.S. 27:40; 31:12). Lagi pula, ada empat orang yang diberi keuntungan dunia dan akhirat. Orang yang menggunakan lidahnya untuk berdzikir, hatinya untuk bersyukur, badannya untuk bersabar, dan memiliki istri mukminah shalihah. Wallahu a'lam.

Cantik


Dunia ini adalah perhiasan, dan seindah-indah perhiasan adalah wanita shalehah (Muhammad saw)

Cantik. Predikat itulah yang didambakan oleh banyak wanita dari zaman ke zaman pada berbagai peradaban. Kebutuhan tampil cantik memang merupakan naluri setiap wanita normal, sehingga pada derajat tertentu, kecantikan menjadi sesuatu yang universal dan menjadi bagian dari kultur sebuah masyarakat. Karenanya, persepsi mengenai kecantikan menjadi sesuatu yang nisbi dan sangat dipengaruhi oleh pandangan hidup (ideologi) yang mendasari gaya hidup suatu masyarakat.

Bagi masyarakat kapitalis-sekuler yang memisahkan antara nilai-nilai spiritual dengan kebutuhan-kebutuhan material, kecantikan bersifat sebatas fisik-materil semata. Dalam kultur seperti ini seorang wanita dianggap cantik hanya apabila memiliki jasmani yang memenuhi standar-standar kecantikan tertentu yang diakui khalayak. Itulah kecantikan artifisial.

Wanita menjadi rela memanipulasi fisiknya melalui berbagai teknik, dengan biaya berapa pun besarnya, misalnya operasi plastik, untuk memperoleh bentuk fisik sebagaimana yang disyaratkan oleh standar kecantikan versi khalayak.

Berbagai teknologi dan perangkat kecantikan telah menjadi lahan industri yang bernilai komersiil tinggi. Untuk kepentingan industri kosmetika dan segenap perangkat pendukungnya itu, wanita terus-menerus dirangsang, melalui berbagai media, untuk memuja kecantikan artifisial semata.

Female dan fashion menjadi dua kata sakti demi sejumlah besar devisa. Wanita yang menjadi korban tanpa sadar telah tergiring pada hedonisme yang meruntuhkan nilai asing yang melekat dalam dirinya. Sejarah telah mencatat deretan panjang nama wanita yang mengalami kehidupan tragis akibat terbius oleh obsesi keabadian kecantikan artifisial tersebut.

Hal di atas adalah apa yang diistilahkan sebagai tabaruj jahiliyyah (cara berhias ala jahiliyah). Jauh-jauh hari Islam telah mengingatkan wanita muslim untuk menghindarinya. Dalam Islam, perhiasan wanita yang terindah adalah takwa dan kesalehannya (QS 7:26). Nilai-nilai ketakwaan dan kesalehan ini akan melahirkan pribadi luhur yang memancarkan keagungan jiwa yang terwujud dalam akhlakul karimah. Itulah kecantikan sejati atau dalam terminologi modern dikenal sebagai the inner beauty.

Berdandan agar tampil cantik tentu boleh-boleh saja, terlebih bila untuk menyenangkan hati suami, asal saja tetap dalam batas-batas rambu yang telah ditetapkan oleh Sang Khalik -- agar kecantikan dapat menjadi rahmat dan bukannya penyebab laknat. Tapi, penampilan fisik yang prima hanya akan berharga bila disertai oleh keimanan yang teguh, akal yang cerdas, tutur bahasa yang santun dan perilaku yang lurus.